Cerita Sekitar Kegiatan Ubud Food Festival 2025 Tetua Bali Handalkan Pangan Pekarangan

9 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali 
Hidup dari alam sekitar adalah praktik umum yang dilakukan masyarakat Bali pada masa lalu. Bahan makanan diambil dari tegalan, bahkan tak jarang tumbuh di halaman rumah. 

Apa yang dilakukan kakek neneknya itu coba ditelusuri Dewa Ayu Made Sri Dwiastuti Radarani (Made Masak),34. Perempuan asal Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan, ini meramban (foraging) tanaman pangan yang tumbuh di sekitaran lereng Gunung Batukaru. 

Tak terasa sudah 8 tahun Made melakukan aktivitas ini. Tumbuh di Kota Denpasar, Made tidak segan kembali ke kampung. Tiga tahun belakangan dia juga sibuk memberikan pelatihan kepada koki-koki di restoran kawasan wisata di Bali. Lebih dari memasak, Made mengungkapkan cerita di balik sepiring menu di atas meja makan. 

Dia menuturkan banyak tanaman yang tumbuh liar di sekitar kita merupakan bahan pangan yang selain rasanya unik juga kaya gizi. Sayang gempuran produk pangan impor menenggelamkan tanaman-tanaman unik itu, dan sayangnya pula amat jarang ada yang memedulikan. 

"Orang Bali tahu nggak jukut rambanan, rambanan itu didapat dengan hasil meramban," ujar Made saat konferensi pers Ubud Food Festival 2025 di Sanur, Denpasar, Jumat (16/5).  

Rasa ingin tahu asal muasal makanan di hadapannya seolah telah mengalir dalam pikiran Made. Dari sepiring makanan di meja makan, mendorong Made ingin tahu dari mana dan bagaimana asal makanan di hadapannya. 

Diskusi dalam konferensi pers Ubud Food Festival 2025, di Sanur, Denpasar, Jumat (16/5).  –SURYADI

Made mempertanyakan kenapa ada banyak makanan yang berasal dari luar Bali dan menjadi tren. Padahal orang asing menyebut Bali sebagai surganya makanan vegan. Kelor yang dikenal super food bahkan baru belakangan populer di masyarakat lokal Bali. "Sebenarnya banyak makanan luar biasa di sekitar kita," kata Made yang pernah mengambil kuliah Agronomi dan Teknologi Pangan, ini. 

Selama kuliah Made mengembangkan pikiran alternatif, yang menuntunnya kembali ke kampung halaman. Di desa, dia menyadari bahwa rumah bagi orang Bali di zaman dahulu lebih dari sekadar tempat tinggal. Di sekitar rumah, di halaman belakang (teba) kakek neneknya mengambil bahkan makanan sehari-hari.  

"Nenek kakek kita yang tidak sekolah itu tidak bodoh, mereka menyimpan ilmu-ilmu yang kalau tidak sekarang disebarkan kapan lagi," ucapnya. 

Made bersyukur misi 'kecilnya' memperkenalkan gaya hidup meramban kini mendapat kesempatan diperkenalkan lebih luas lagi melalui event internasional Ubud Food Festival 2025. Tahun ini ajang tahunan itu mengambil tema Heritage (Pusaka). 

Kali ini Made akan meramban di sekitar kawasan Ubud. Setiap Made mendapat undangan memberikan pelatihan, di sana pula lah dia meramban. Menurutnya setiap tempat itu memiliki tumbuhan unik, sehingga beragam pula kuliner yang berkembang di daerah itu. Made mengaku menikmati setiap tantangan meramban. 

Selain menemukan tanaman khas di Ubud, Made juga akan membawa  tanaman-tanaman khas Bali untuk diperkenalkan kepada para pengunjung festival. Misalnya daun tumpang danu dan  tenggulun. "Daun tumpang danu, daun tenggulun, yang sekarang sudah jarang ditemui akan diangkat lagi di sana," kata Made. 

Bagi Made, usahanya selama ini adalah untuk menghargai apa yang dilakukan para pendahulu orang Bali. Menurutnya para leluhur telah berbaik hati berbagi ilmu mengenai berbagai tanaman pangan, maka generasi saat ini perlu kembali memperkenalkannya, sehingga warisan kuliner ini tidak punah. 

Menurutnya, pangan lokal bisa tetap eksis dengan perkembangan zaman saat ini. Banyak tanaman lokal yang bisa dipadukan dengan makanan internasional membentuk cita rasa baru yang tidak kalah menarik. "Kita orang Bali, kita punya ini, kalau nggak kita siapa yang pakai. Itu untuk membuktikan bahwa sebenarnya kita benar-benar hidup dalam keberlimpahan di Bali. Itu yang coba kita share terutama kepada generasi muda," tandas Made. 

Festival Manager Ubud Food Festival 2025 Dwi Ermayanthi, mengatakan kegiatan foreging atau meramban menghidupi hampir seluruh kegiatan selama festival berlangsung. Demo masak, misalnya, diawali dengan meramban di sekitar lokasi festival. 

Menurutnya foraging adalah basic skill yang masih sangat relevan dan harus dipelihara manusia masa kini. Kegiatan meliputi identifikasi tanaman pangan liar ini pada selanjutnya akan membawa pada motivasi lainnya seperti pelestarian lingkungan alam. "Tahun ini tanpa disadari banyak sekali program-program foraging sebetulnya.  

Foraging dan identifikasi tanaman lokal itu bukan perkara mudah. Kalau sekarang kita dilepas ke tegalan atau Hutan Batukaru yang survive mungkin segelintir karena tidak tahu mana yang boleh dimakan mana tidak," kata Ermayanthi. 

Memasuki tahun ke-10, Ubud Food Festival 2025, yang mengusung tema Heritage, akan kembali hadir pada 30 Mei hingga 1 Juni 2025 di Taman Kuliner, Ubud, Gianyar. Menyambut para pecinta kuliner dengan banyak program, mulai dari para chef muda berbakat yang mengangkat kuliner Indonesia, para pakar kuliner ternama yang merayakan hidangan klasik tradisional, hingga para peraih penghargaan Michelin.

Dengan misi mengangkat makanan dan budaya Indonesia ke kancah dunia, festival ini kembali menyambut para pecinta kuliner untuk menjelajahi kekayaan masakan daerah melalui demo memasak, obrolan kuliner, live performance, pop-up dining, lokakarya, dan food tour ke destinasi tersembunyi di Ubud dan sekitarnya, mempromosikan kuliner Bali dan sekitarnya.

"Kami ingin memberi ruang seluas-luasnya bagi para talenta Bali untuk berani tampil, berkreasi, dan menunjukkan bahwa mereka mampu bersaing di level yang sama dengan pelaku industri dari luar," ujar Ermayanthi.7adi
Read Entire Article