ARTICLE AD BOX
Kedua sanggar tampil secara bergantian, masing-masing membawakan 2 tabuh dan tari kreasi Bali. Ketua Yayasan Seni Wahyu Semara Shanti Kadek Angga Wahyu Pradana menyampaikan, tabuh kreasi Samirata dan Tari Nelayan khas Buleleng. Pemilihan Tarian Nelayan disebut Angga karena merupakan salah satu kekayaan budaya khas Buleleng. Tarian nelayan ini dinilai penting untuk ditampilkan sebagai bentuk pelestarian seni daerah.
“Saat rapat kemarin, kami sepakat bahwa harus ada materi yang menonjolkan ciri khas Buleleng. Kami pilih Tari Nelayan,” ujar pemuda asal Desa Tegallinggah, Kecamatan Sukasada ini.
Dia pun mengapresiasi Pemkab Buleleng yang telah memberikan kesempatan seniman untuk tampil. Selain pelestarian budaya, pertunjukan seni ini juga untuk regenerasi dan mendorong generasi muda belajar dan terjun langsung sebagai pelaku seni. Dia pun berharap pertunjukan semacam ini dilaksanakan secara kontinyu, untuk memberikan hiburan kepada masyarakat.
Ditempat yang sama pendiri Sanggar Seni Santhi Budaya, I Gusti Eka Prasetya, juga membawakan dua garapan sendiri yakni tabuh kreasi dan Tari Sweta Bangkaja. Menurut Gusti Eka, masyarakat Buleleng saat ini sangat haus akan pertunjukan-pertunjukan berkualitas, terutama yang berbasis pada tradisi seperti gong kebyar. Pria yang akrab disapa Gus Eka ini menekankan pentingnya penyelenggaraan pentas seni secara rutin, tidak hanya sebagai bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun Kota atau Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Pertunjukan khususnya gong kebyar anak-anak, harus lebih sering digelar karena merupakan identitas Buleleng. Buleleng adalah cikal bakal lahirnya gong kebyar, jadi sudah sepantasnya daerah ini terus menjadi pusat pengembangan dan pelestariannya” kata Gus Eka.
Dia pun berharap ke depan agar ada program khusus yang fokus pada pagelaran dan promosi gong kebyar sebagai bentuk nyata dari komitmen menjaga warisan budaya Bali.7 k23