Majelis Hakim Tolak Eksepsi Eks Ketua LPD Ngis

3 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
"Menimbang bahwa eksepsi penasihat hukum tidak berdasar hukum, maka seluruh eksepsi ditolak," ucap Ketua Majelis Hakim Putu Gede Novyartha yang didampingi dua hakim anggota, Iman Santoso dan Nelson.

Majelis hakim menyatakan surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa dari Kejati Bali telah memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana diatur dalam KUHAP, sehingga dapat dijadikan dasar untuk memeriksa perkara lebih lanjut. 

Dalam sidang sebelumnya diterangkan, mantan Ketua LPD Ngis, Tejakula, Buleleng, I Nyoman Berata, 49, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan LPD selama menjabat dari 2009 hingga 2022. Pria asal Desa Tembok ini disebut membentuk 177 kredit fiktif tanpa surat perjanjian pinjaman (SPP) maupun agunan. Selain itu, ia juga melakukan penarikan dana simpanan berjangka (deposito) dan tabungan sukarela milik nasabah LPD tanpa izin.

Modus terdakwa adalah mengajukan pinjaman atas nama pribadi, namun kesulitan membayar pokok dan bunga pinjaman tersebut. Untuk menutup kewajiban itu, terdakwa kembali mengajukan pinjaman baru menggunakan nama-nama anggota keluarganya yang tidak pernah mengajukan kredit, tidak menandatangani perjanjian, dan tidak mengetahui namanya dipakai. 

Berata bahkan memalsukan tanda tangan nasabah dan membuat sendiri bukti kas masuk dan kas keluar. Seluruh data itu lalu dimasukkan ke sistem seolah-olah pinjaman sah, padahal uangnya digunakan untuk menutup kewajiban angsuran yang juga fiktif sebelumnya. Jika ada sisa dari selisih kredit, uang tersebut dipakai untuk kepentingan pribadinya.

Untuk menutupi jejak penyimpangan dalam laporan keuangan, terdakwa meminta kasir LPD, Luh Kristanti, membuat catatan kas bon fiktif yang seolah-olah mencatat pengembalian angsuran pokok dan bunga pinjaman. Padahal, tidak ada uang masuk ke kas LPD dari pembayaran tersebut. “Perbuatan itu dilakukan berulang sejak 2009 hingga 2022, dan menciptakan saldo pinjaman fiktif sebesar Rp 13,81 miliar, dengan nilai pelunasan dan angsuran yang sempat dibayarkan hanya Rp 7,12 miliar,” papar JPU.

Tidak berhenti di situ, JPU juga mengungkap terdakwa mencairkan 78 bilyet deposito milik nasabah LPD Ngis selama periode 2013 hingga 2022. Total dana yang dicairkan tanpa sepengetahuan pemilik mencapai Rp 7,03 miliar. Pencairan dilakukan dengan memalsukan tanda tangan nasabah pada bukti kas keluar yang disiapkan oleh Luh Kristanti. 

Modus serupa juga dilakukan terhadap tabungan sukarela milik nasabah atas nama Komang Sukadasna. Dalam periode 2018 hingga 2021, terdakwa mendebet tabungan nomor 001675 sebanyak total Rp 2,81 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membayar bunga tabungan sebesar Rp 400 juta, sedangkan sisanya Rp 2,41 miliar dipakai membayar kredit fiktif dan kebutuhan pribadi terdakwa.

Salah satu kasus paling mencolok terjadi pada nasabah I Made Suanda. Ia mendepositokan uang Rp 100 juta hasil penjualan tanah seluas 5 are. Namun dana itu tidak pernah disetorkan ke kas LPD. Berata justru memakai uang tersebut untuk membayar angsuran fiktif dan kebutuhan pribadi. Demi meyakinkan Suanda, terdakwa tetap mencetak dan menyerahkan bilyet deposito atas nama LPD Ngis, meskipun tidak pernah tercatat dalam sistem keuangan lembaga.

Semua praktik manipulasi keuangan ini, menurut JPU, membuat neraca kas LPD Ngis mengalami kekacauan. Ketika terjadi selisih kas karena bunga deposito terus dibayar padahal dananya sudah raib, Berata menutupinya dengan kembali melakukan kas bon dari LPD.

Atas perbuatannya, terdakwa didakwakan Pasal 2 ayat (1) Subsidari Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.7 t
Read Entire Article