Nenek 93 Tahun Jadi Terdakwa Kasus Pemalsuan Silsilah

6 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Perempuan asal Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, itu hadir menggunakan kursi roda karena keterbatasan fisik dan daya ingat yang mulai melemah.

Penasihat hukumnya, Vicensius Jala, menyebut kliennya sudah pikun dan kesulitan memberi keterangan secara konsisten. 

“Setelah ditanya sesuatu, sesaat kemudian dia lupa dengan ucapannya,” kata Vicensius. Dia menambahkan, kondisi psikis Nyoman Reja juga terganggu karena kasus ini. 

Sang nenek disebut sering tidak bisa tidur dan mengkhawatirkan dua anaknya yang ditahan dalam kasus ini juga, salah satunya I Made Dharma. “Kadang-kadang beliau teringat dengan dua anaknya yang ditahan. Bahkan beliau sudah berpikiran bahwa dirinya akan dijebloskan ke penjara,” imbuh Vicensius.

Menurutnya, Nyoman Reja tidak tahu menahu soal pemalsuan silsilah dan kemungkinan hanya ikut menandatangani dokumen tanpa memahami isinya. “Dia mungkin dijempolin sama yang buat. Ditanya pernah tanda tangan surat? Dia jawab pernah, tapi sambil nunjuk orang lain,” ucap Vincensius.

Penasihat hukum menilai, usia dan kondisi kesehatan Nyoman Reja sudah tidak memungkinkan untuk bertanggung jawab secara pidana. “Dari sisi perbuatannya mungkin ada, tetapi dalam hukum pidana yang diutamakan adalah niat (mens rea),” tegas Vicensius. 

Dia juga menekankan bahwa kasus ini semestinya diselesaikan lewat jalur perdata, bukan pidana. “Pidana itu adalah ultimum remedium, upaya terakhir. Harusnya perkara ini diselesaikan melalui gugatan perdata terlebih dahulu,” terangnya.

Dalam perkara ini, Nyoman Reja didakwa bersama 16 terdakwa lainnya yang masih merupakan keluarga besar, mulai dari anak, cucu, hingga sepupu. Mereka antara lain I Made Dharma, 64, I Ketut Sukadana, 58, I Made Nelson, 56, Ni Wayan Suweni, 55, I Ketut Suardana, 51, I Made Mariana, 54, I Wayan Sudartha, 57, I Wayan Arjana, 48, I Ketut Alit Jenata, 50, I Gede Wahyudi, 30, I Nyoman Astawa, 55, I Made Alit Saputra, 45, I Made Putra Wiryana, 22, I Nyoman Sumertha, 63, I Ketut Senta, 78, dan I Made Atmaja, 61.

Mereka didakwa melanggar Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 277 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena diduga membuat atau menggunakan silsilah palsu untuk menggugat hak atas tanah warisan. Dalam persidangan, para terdakwa melalui penasihat hukum dari Kantor Semeton Dharma, mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Salah satu kuasa hukum, Warsa T Bhuwana, menyebut dakwaan JPU prematur karena perkara pokoknya masih berupa sengketa keabsahan silsilah yang belum diputus secara hukum tetap.

“Perkara ini seharusnya menjadi ranah perdata, dan belum dapat dibawa ke ranah pidana,” kata Warsa. 

Dia menilai dakwaan melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP serta mengandung ‘prejudicieel geschil’ atau sengketa perdata yang harus didahulukan, sesuai PERMA No 1 Tahun 1956.

Tim kuasa hukum pun meminta majelis hakim agar menerima nota keberatan para terdakwa, menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima atau batal demi hukum, membebaskan para terdakwa dari tahanan, serta membebankan biaya perkara kepada negara.

JPU I Dewa Gede Anom Rai dalam dakwaannya menerangkan, para terdakwa ini diduga menyusun silsilah palsu yang menyatakan bahwa I Riyeg atau I Wayan Riyeg merupakan anak dari I Made Gombloh yang menikah secara nyentana dengan perempuan bernama Ni Rumpeng, anak dari I Wayan Selungkih.

Pada 14 Mei 2021, para terdakwa menyusun silsilah keluarga I Riyeg dan memasukkan I Riyeg sebagai anak dari I Made Gombloh. Informasi tersebut kemudian dituangkan kembali dalam surat pernyataan silsilah keluarga pada 11 Mei 2022, dengan menyebut bahwa I Riyeg menikah nyentana dengan Ni Wayan Rumpeng dan memiliki tiga anak; I Wayan Sadra, Ni Made Sepren, dan Ni Bondol.

Menurut JPU, dokumen tersebut bertentangan dengan data silsilah asli yang menyatakan bahwa I Riyeg merupakan anak dari Jro Made Lusuh dan menikah secara purusa (pernikahan biasa) dengan perempuan bernama Dong Pranda. Dari perkawinan itu lahir tiga anak: I Wayan Sadera, Ni Sepren, dan Ni Bondol.

Keabsahan silsilah yang asli dikuatkan dengan dokumen tertanggal 15 November 1985 dan surat keterangan Nomor 30/K.d/X/1979, tertanggal 29 September 1979. Dalam surat dakwaan disebutkan, tindakan para terdakwa membuat kabur atau gelap asal usul I Riyeg dan keturunannya.

“Perbuatan mereka yang menyebut I Riyeg menikah secara nyentana dan memasukkan ke dalam garis keturunan I Wayan Selungkih merupakan tindakan yang mengaburkan asal usul keluarga,” tegas JPU. 7 t
Read Entire Article