Nenty S Debut dengan Novel Frozen Dreams, Lahir dari Pelarian Kepedihan Wanita Tangguh

1 day ago 3
ARTICLE AD BOX
Versi original Frozen Dreams yang ditulis dalam Bahasa Inggris diluncurkan melalui pesta intim bersama keluarga dan kolega sang penulis, Rabu (28/5/2025) malam di East West Palms, Kerobokan, Kuta Utara, Badung.

Nenty bukanlah sastrawan tulen. Di usia 20 tahun, sekitar tahun 2000, ia meninggalkan tanah air karena mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan magister bidang Hukum Internasional di Islandia.

Di negara Skandinavia itu, Nenty bertemu dengan bekas suaminya, melahirkan dua orang putri, dan membangun usaha perjalanan ke Islandia khusus untuk pasar Indonesia. Tahun 2018, ia kembali ke tanah air dan hendak mengembangkan bisnisnya ke Bali. Sayangnya, pandemi menghujam.

Belakangan, Nenty dikenal sebagai konsultan dan kontraktor real estat di Bali, sebelum akhirnya sebuah peristiwa pada 2020 silam membuatnya melihat aktivitas menulis sebagai sebuah pelarian. “Waktu itu saya mengalami pengalaman yang sangat sulit yaitu perceraian dengan bekas suami saya,” kata dia.

“Saat bersamaan Covid terjadi, usaha saya tutup. Dua kombinasi tragedi itu membuat saya bertanya, apa yang saya lakukan dengan hidup saya. Akhirnya saya duduk, saya tulis, dan lahirlah buku ini,” lanjut Nenty, ditemui Rabu malam.

Kata Nenty, menulis adalah proses terapi untuknya. Ia bisa bereksplorasi dan beranjak sejenak menjadi orang lain yakni karakter yang ia ciptakan lewat tulisan. Dengan menulis, emosi di dalam dirinya tersalurkan dan malah menghasilkan karya yang dapat dikenang dan diselami semua orang.

Frozen Dreams sendiri merupakan kaleidoskop pengalaman pribadinya. Meski mengisahkan pengalaman pribadi, Nenty menuturkan bahwa kisahnya hanya menjadi ‘dua stasiun di antara rel kereta api.’ Laluan rel di antara kedua stasiun tersebut merupakan kisah yang ia tangkap dari lingkungan sekitarnya.

“Pengalaman pribadi saya itu hanya 20 persen, sisanya itu ke observasi saya di lingkungan saya seperti apa, kemudian dari membaca juga,” tutur Nenty.

Di samping itu, Frozen Dreams merupakan karya fiksi meski mendapat sentuhan inspirasi pengalaman pribadi sang penulis. Dengan menempatkan Karina Dendra sebagai karakter utama, Nenty berharap pembaca dapat merasakan menjadi Karina, bukan hanya membaca kisah tentang Karina.

Pembaca bisa merasakan menjadi Karina yang dibesarkan dalam keluarga yang konservatif dan patriarkis dengan kehidupan dan masa depannya serba didikte. Namun, ia memilih keluar dari bayang-bayang ekspektasi orang lain, melihat dunia luar,  dan menentukan jalan hidupnya sendiri.

Konflik di dalamnya menjadi semakin menarik karena menghubungkan dua kultur yang berbeda yakni Indonesia dan Islandia dari karakter Magnús. Bagaimana seorang wanita muda usia 20 tahun bernama Karina menavigasi hidupnya di samudera luas, antah berantah, setelah keluar dari kolam tenang bernama keluarga.

“Ada satu kutipan di buku ini yang mampu mendeskripsikan seluruh isi buku, ‘One can only save oneselft.’ Artinya, harus percaya diri sendiri. Kadang kita menunggu uluran tangan orang lain, padahal kekuatan dasar untuk menghadapi dunia ini adalah diri kita sendiri. Ini yang coba saya kupas lewat buku ini,” tegas Nenty.

Selama menulis Frozen Dreams, Nenty berusaha menjaga signifikansi fenomena kultural kedua kebudayaan agar pembaca dapat memahami. Sebab, hal yang dianggap signifikan dalam kultur tanah air belum tentu sedemikian di kultur orang Islandia, atau sebaliknya. Apalagi, buku ini ditulis dalam bahasa ketiga.

Dan, ada alasannya mengapa versi original Frozen Dreams ditulis dalam Bahasa Inggris. Kata Nenty, bahasa ibunya adalah Bahasa Indonesia. Ia juga memahami Bahasa Islandia, namun belum sepenuhnya menguasai salah satu bahasa tersulit di dunia tersebut.

“Karena sempat lama menetap di Eropa, 19 tahun, pembendaharaan kata Bahasa Indonesia saya sangat stagnan, sedangkan saya tidak begitu menguasai Bahasa Islandia. Terjebak di antara kedua itu, saya pilih Bahasa Inggris, di mana kreativitas saya muncul lewat bahasa ini,” beber Nenty.

Meski versi originalnya berbahasa Inggris, Nenty memastikan Frozen Dreams akan hadir secara trilingual, menyusul peluncuran versi terjemahan Bahasa Indonesia dan Islandia. Dua versi terjemahan Frozen Dreams tersebut akan diluncurkan terpisah di Indonesia dan Islandia tahun ini.

Kemudian, ketiga versi Frozen Dreams yakni original berbahasa Inggris, terjemahan berbahasa Indonesia dan Islandia bakal diluncurkan kembali secara bersamaan lewat grand launching tahun ini juga, pasca dibuka dengan soft launching versi original, Rabu malam.

“Setelah saya berpisah dengan bekas suami, ada kecemasan-kecemasan dalam diri saya tentang masa depan putri saya. Buku ini saya persembahkan kepada dua putri saya yang telah menginspirasi saya, Tasha dan Emily yang sekarang tinggal di Belanda,” ujar Nenty.

“Kemudian, kepada ibu saya dan keluarga yang selalu suportif dan menyadari potensi besar dalam diri saya, serta teman-teman yang selalu menghargai saya sebagai individu dan perempuan. Buku ini tidak akan ada tanpa energi positif dari mereka-mereka ini,” tandas Nenty.

Tentang Frozen Dreams

Frozen Dreams adalah novel bergenre romansa setebal 206 halaman yang ditulis, disunting, dan diterbitkan secara independen oleh Nenty S sebagai novel debutnya. Novel independen yang tersusun 37 bab dan dua halaman prolog ini jadi pembuka tiga novel lain karya Nenty yang sedang digarap.

Mengutip abstrak novel versi original, Frozen Dreams adalah kisah yang kuat tentang cinta, jati diri, dan pembangkangan mengikuti perjalanan Karina Dendra, seorang wanita muda yang dibentuk didikan ayahnya, Farhan, seorang pria yang ditempa perang, kehilangan, dan keluarga poligami yang tidak biasa.

Jalan hidupnya telah ditentukan—masa depannya didikte tradisi dan ekspektasi ayahnya yang tak tergoyahkan. Kesempatan untuk belajar ke Islandia datang tak terduga, hampir tak terbayangkan, namun inilah pelarian yang ia tunggu-tunggu—meninggalkan hiruk pikuk Jakarta menuju negeri seluas dan sebebas mimpinya.

Namun, kebebasan datang dengan harga. Melangkah ke ketidakpastian berarti memutuskan keterikatan, mengambil risiko kesendirian, dan menantang tradisi yang telah membentuk eksistensinya.

Di tengah musim dingin Reykjavik yang tak berujung, ia kembali bertemu dengan Magnús, seorang jurnalis yang kehadirannya memantik kerinduan terlarang—kerinduan yang mengancam meruntuhkan kemerdekaan yang telah ia perjuangkan. Terjebak di antara cinta dan keteguhan dirinya, Karina harus memutuskan: Akankah ia tunduk pada ekspektasi orang lain, atau mempertaruhkan segalanya demi meraih kehidupan yang sepenuhnya miliknya?

Kata Pembaca

Ayu Remdani, salah seorang pembaca yang hadir di soft launching Frozen Dreams, Rabu malam, memiliki kesan tersendiri setelah membaca penuh novel debut karya Nenty.

“Awalnya saya kira Frozen Dreams itu tentang romance ya seperti kata Bu Nenty. Tapi, setelah saya baca, novel ini mengulas character development seorang Karina. Dia yang awalnya hidup seperti ini, dari latar keluarga seperti ini di tahun itu, bisa dilihat trauma apa sih yang dia punya,” ungkap Ayu.

Seperti harapan Nenty, Frozen Dreams berhasil menarik Ayu untuk merasakan menjadi seorang Karina. Selain itu, Ayu mengaku menemui beberapa plot twist yang membuat teka-teki sepanjang cerita terjawab satu per satu.

“Saya selesai baca buku ini dua hari saja. Teman saya bahkan sampai nangis karena sedekat itu kita merasa pengalaman di buku ini relate dengan kehidupan kita sekarang,” ujar Ayu.

Ayu mengaku ikut merasa tersakiti, dikhianati, dan kehilangan ketika Karina mengalami hal tersebut. Menurutnya, Bab 16 Broken Vows, Bab 18 Unspoken Love, dan Bab 26 Departing patut diantisipasi pembaca yang sensitif karena bakal mengundang kepedihan dan air mata yang tidak terduga.

Kata Ayu, Frozen Dreams bisa menjadi rujukan untuk menjadi perempuan yang tangguh. Menjadi perempuan yang memiliki pendirian tanpa terbelenggu standar orang lain.

“Manusia itu berevolusi. Oke, hari ini kita seperti A tapi kita bisa berubah dan jadi versi kita yang lebih baik di masa depan,” tandasnya. *rat
Read Entire Article