ARTICLE AD BOX
Koordinator Ogoh-Ogoh ST Pandawa, I Ketut Pande Nuriana, mengungkapkan rasa syukur dan bangga atas pencapaian ini. “Awalnya kami tidak menyangka akan menjadi juara satu di tingkat kecamatan. Tapi Astungkara, kami akhirnya bisa tampil di alun-alun Gianyar mewakili Ubud,” ujarnya.
Pande menjelaskan, karya Catur Sanak menggambarkan empat saudara gaib yang menemani manusia sejak dalam kandungan—yakni ari-ari, darah, air ketuban, dan tali pusar. Dalam wujud visual, keempat unsur itu digambarkan sebagai sosok raksasa yang mengelilingi tokoh utama: bayi. Mereka berfungsi sebagai pelindung dari energi negatif seperti ilmu hitam dan marabahaya lainnya.
“Konsep ini kami angkat sebagai pengingat agar manusia tidak melupakan saudara sekala maupun niskala-nya. Kami ingin menanamkan kembali nilai-nilai kasih sayang dan persaudaraan yang mulai terkikis di zaman digital ini,” ujarnya.
Ogoh-ogoh setinggi hampir 4 meter ini digarap selama tiga bulan dengan melibatkan puluhan pemuda-pemudi ST. Pandawa. Proses produksi dimulai dari diskusi tema, penggarapan kerangka, pewarnaan, hingga pemasangan tatahan Bali serta ornamen bunga segar sebagai pelengkap. Total dana yang dihabiskan sekitar Rp60 juta.
Perjalanan membawa Ogoh-Ogoh ke alun-alun Gianyar juga tidak mudah. “Kami berangkat dari Ubud pukul 01.00 WITA dini hari dan tiba sekitar pukul 03.00 WITA. Banyak rintangan di jalan, seperti kabel rendah yang harus kami angkat satu per satu agar Ogoh bisa lewat,” ungkap Pande.
Mewakili ST Pandawa, ia berharap lomba Ogoh-Ogoh yang rutin digelar setiap tahun ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah. “Dukungan pendanaan dan keamanan sangat kami harapkan, agar semangat anak-anak muda dalam berkesenian tidak padam,” ujarnya.
Menurut Pande, meski berhasil menjadi juara, semangat berkarya tak boleh berhenti di sini. “Kami ingin tetap konsisten menghasilkan karya berkualitas, bukan hanya mengejar piala, tapi sebagai bentuk pelestarian budaya Bali,” pungkasnya. *m03