Prosesi Penguburan Kerbau Mati di Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, Karangasem

7 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
AMLAPURA, NusaBali
Tradisi mengubur kerbau mati di Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, Karangasem, kembali berlangsung pada Buda Pon Pujut, Rabu (21/5). Penguburan seekor kerbau yang oleh krama setempat disebut Jro Gede, yang mati hanya boleh dilakukan oleh krama Gumi Pulangan. Krama Gumi Pulangan adalah krama yang istrinya dari luar Desa Adat Tenganan Pagringsingan, atau mantan krama desa.

Tata cara bagi krama yang menguburkan Jro Gede ini, wajib mengenakan kain tanpa busana atas alias telanjang dada, dan menyelipkan keris di punggung.
 
“Prosesinya tidak menggunakan banten khusus, hanya doa-doa saja,” kata Bendesa Adat Tenganan Pagringsingan I Putu Yudiana di kediamannya, Banjar Adat Tengah, Desa Adat Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, Karangasem, Kamis (22/5).

Dikatakannya, penguburan kerbau yang terakhir pada Maret 2025 lalu. Saat itu ada anak kerbau yang mati. 

Krama yang bertugas menguburkan Jero Gede, menurut Yudiana, adalah krama pilihan  sebanyak 20 orang. Sebelum memilih krama Gumi Pulangan, lebih dahulu pihak Penyarikan Desa Adat Tenganan Pagringsingan melakukan sama dana (pemberitahuan) di Bale Agung. Di sana dipilih krama yang akan menguburkan Jro Gede.

Jro Gede yang dikuburkan pada Rabu kemarin diperkirakan umurnya 10 tahun. Saat menguburkan, krama Gumi Pulangan menggali liang kubur sedalam 1,5 meter, dengan lebar dan panjang menyesuaikan dengan ukuran kerbau yang mati.

Bendesa Adat Tenganan Pagringsingan I Putu Yudiana. –IST 

Selama ini, lanjut Yudiana, Desa Adat Tenganan Pagringsingan memiliki kerbau terkesan dibiarkan hidup liar tanpa dikandangkan. Tidak ada yang bertugas khusus menggembalakan. Tetapi berdasarkan keyakinan krama setempat, sesungguhnya ada makhluk gaib ‘mengendalikan’ secara niskala kerbau yang dilepasliarkan tersebut.

Buktinya, setiap hari kawanan kerbau selalu berkumpul di satu tempat. Saat pagi hari mereka bergerombol mencari pakan sendiri ke tegalan dan hutan. 

Biasanya pagi ke kebun. Sekitar pukul 13.00 Wita, kawanan kerbau itu bergerombol di depan Pura Bale Agung. Selanjutnya kembali merumput ke kebun. Setelah senja, kawanan kerbau ini kembali ke tempat semula dengan beriringan, begitu berulang setiap hari. 

“Memang kerbau itu tidak ada yang menggembalakan secara khusus. Keyakinan di sini mereka ‘dikendalikan’ makhluk gaib. Setelah tua, kerbau itu mati lalu dikubur sesuai tradisi,” kata Yudiana.

Kerbau yang ada di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, sejak lahir hidungnya tidak pernah ditusuk dan diberi tali. Kerbau-kerbau dibiarkan hidup alami sampai tua. Mulanya populasinya mencapai 15 ekor, saat ini tinggal 6 ekor terdiri dari 4 jantan dan 2 betina.

Mengenai populasi kerbau yang ada di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, belum tentu setiap tahun lahir godel, karenanya jumlahnya terus menyusut.

Selama ini untuk menjaga agar kerbau tidak punah, sempat mau beli pada tahun 2014 karena banyak mati kena virus, tetapi batal karena jumlah kerbau masih mencukupi.

Desa Adat Tenganan Pagringsingan membutuhkan seekor kerbau setidaknya setahun sekali saat Upacara Usaba Sambah setiap Juni. Upacara tersebut ditandai adanya atraksi geret pandan atau perang pandan.

Setiap perang pandan yang disembelih untuk kurban adalah kerbau jantan. 

Khusus untuk kepentingan upacara perang pandan tidak mesti menggunakan Jero Gede, tetapi boleh membeli kerbau jantan untuk kurban.

Kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan ini tidak pernah merasa terganggu oleh kehadiran warga terutama wisatawan. Warga setempat juga tidak pernah usil dan mengganggu keberadaan kerbau-kerbau tersebut.

Desa Adat Tenganan Pagringsingan, yang mewilayahi tiga banjar adat: Banjar Kauh, Banjar Tengah, dan Banjar Pande, selalu menjaga tradisi memelihara kerbau tersebut. 7 k16
Read Entire Article