Pura, Perahu, dan Penjor: Tiga Simfoni Harmoni di Pulau Serangan

4 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Selama lebih dari sepekan, para teruna-teruni dari enam banjar di Desa Adat Serangan bergotong-royong merangkai janur dan bambu, menciptakan penjor-penjor unik yang menghiasi area pura. Salah satu peserta, Ni Kadek Noni Purnama Dewi dari Banjar Dukuh, menuturkan kisah di balik proses kreatif tersebut.

“Kami jadi makin akrab karena festival ini. Mulai dari berburu bahan ke Klungkung sampai menghias penjor bersama-sama. Dari tanggal 22 sampai 30 April kami kumpul setiap hari untuk menyelesaikannya,” ujar Noni.


Penjor-penjor hasil karya sekaa teruna itu berjajar anggun di sisi kiri dan kanan halaman luar Pura Sakenan, menambah aura spiritual di tempat suci yang berada di tepi laut tersebut. Sejak pagi buta, ribuan pamedek berdatangan dari berbagai wilayah untuk mengikuti persembahyangan.

Ritual di Pura Dalem Sakenan selalu istimewa. Dengan latar suara ombak dan semilir angin pantai, para pamedek larut dalam kidung suci, denting genta, dan harum dupa. Salah satu bagian yang paling ditunggu adalah prosesi jukung atau perahu, yang menjadi simbol perjalanan spiritual menuju kesucian.

Pengelingsir Puri Agung Kesiman, Anak Agung Ngurah Gede Kusuma Wardana, turut serta dalam ritual tersebut bersama para pamedek lainnya, mengenang kisah leluhur yang dahulu menyeberangi laut dengan perahu untuk menyampaikan bhakti kepada Bhatara Sakenan.

Kesakralan dari upacara ini semakin terasa saat sesolahan Tari Rangda, Barong Ratu Gede, Baris Cina, dan Ratu Tuan dipentaskan sebagai makna kehadiran perwujudan Bhatara Sakenan. Lebih dari keindahan tarian, suasana magis di puncak pujawali semakin terasa dengan adanya pementasan topeng, wayang, dan Tari Rejang.

Made Suta, pamedek asal Desa Pejeng, Gianyar, yang rutin mengikuti piodalan ini, mengapresiasi suasana yang semakin nyaman dan tertib.

“Saya rutin ke sini tiap enam bulan. Penjor-penjornya cantik, upacaranya meriah. Akses parkir juga makin bagus, jadi kami bisa sembahyang dengan tenang,” katanya.

Kelancaran acara juga tak lepas dari kolaborasi antara Desa Adat Serangan dan PT Bali Turtle Island Development (BTID) yang menyediakan empat lokasi parkir, termasuk di KEK Kura Kura Bali, Abian Duwe Puri Kesiman, dan Lapangan I Wayan Bulit.

Zakki Hakim, Kepala Komunikasi BTID, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen mendukung pelestarian nilai sakral pura di kawasan Serangan.

“Kami ingin ikut menjaga kesucian pura-pura di Desa Adat Serangan, termasuk yang berada di wilayah KEK. Kerja sama dengan desa dan pangempon sudah berjalan baik selama ini,” jelasnya.

Festival Penjor menjadi ajang perdana bagi pemuda Serangan menyalurkan kreativitas dalam balutan tradisi. Ketua Karang Taruna Baruna Jaya, I Wayan Wialya, mengatakan bahwa proses pembuatan penjor menjadi ruang belajar dan berbagi pengalaman bagi generasi muda.

“Yang paling berkesan adalah suasananya. Ramai tapi penuh semangat gotong royong. Harapannya bisa dilanjutkan di piodalan-piodalan selanjutnya,” ungkapnya.

Di tengah arus modernisasi, Desa Adat Serangan terus menjaga denyut budaya dan nilai adat warisan leluhur. Tradisi tak hanya dirawat, tapi juga dihidupkan kembali dengan cara yang relevan dan menyentuh generasi muda.

“Penjor ini bukan sekadar dekorasi. Ini adalah simbol sekaa teruna kami—solid, penuh warna, dan lahir dari kerja sama tanpa pamrih,” tutup Noni penuh makna.

Read Entire Article