ARTICLE AD BOX
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Desa Ungasan membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Karisma bertujuan mengurangi ketergantungan pada TPA Suwung. Dengan hadirnya TPST ini, sebagian besar sampah kini dapat dikelola secara mandiri sebelum akhirnya dibuang ke TPA Suwung jika masih ada kelebihan kapasitas. Hingga saat ini, TPST Karisma mampu menampung dan mengolah sekitar 10-12 ton sampah per hari.
Ketua LPM Desa Ungasan I Made Nuada Arsana, mengatakan pengelolaan TPST itu dilakukan secara mandiri oleh badan pengelola yang dibentuk pemerintah desa, yakni Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) Cipta Ungasan Bersih. Saat ini, operasional masih menggunakan dana APBDes, sementara untuk peningkatan kapasitas, pihaknya akan mengajukan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Badung.
Dia juga mengaku, sebelum adanya TPST tersebut, sampah dari Ungasan sepenuhnya dibuang ke TPA Suwung. Kini, sebagian besar sampah telah dikelola di TPST Karisma, meskipun dalam kondisi volume berlebih, sampah masih harus dibuang ke TPA Suwung.
“Sampah yang bisa ditampung, kami baru mampu menyelesaikan sampai kurang lebih 10-12 ton per hari. Ke depan kalau sudah kita ambil dan kelola semua sampah di Ungasan, volumenya kurang lebih 50 ton per hari, sehingga kita masih ada kekurangan alat atau mesin incinerator lagi 3-4 alat,” ujarnya pada Jumat (14/3) siang.
Nuada menjelaskan bahwa pembangunan TPST yang berlokasi di Jalan Goa Gong, Banjar Santhi Karya Ungasan itu dimulai pada Juni 2024 dan selesai pada Desember 2024. Sementara, uji coba operasional dimulai pada Februari 2025 untuk memastikan efektivitas pengolahan sampah dengan satu unit mesin yang tersedia.
“Tanah yang dibangun untuk TPST ini adalah tanah milik Desa Adat Ungasan dengan luas kurang lebih 20 are. Dengan biaya pembangunan gedungnya dari APBDes sekitar Rp 1 miliar lebih, kalau satu alat mesin incinerator seharga Rp 1,5 miliar lebih,” ungkap Nuada.
Sampai saat ini, dia mengaku kalau teknologi pengolahan sampah di TPST Karisma menggunakan satu mesin incinerator. Sampah yang dikumpulkan dari rumah warga atau pelanggan akan disortir terlebih dahulu oleh tim pemilah di TPST. Sampah organik dipisahkan untuk uji coba pembuatan kompos, sedangkan residu yang berupa plastik dan tidak dapat didaur ulang akan dibakar di mesin incinerator.
Disinggung soal dampak lingkungan, Nuada menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ditemukan dampak signifikan karena proses pembakaran dilakukan dengan teknologi yang minim emisi. “Selama pengolahan berjalan dengan baik dan sampah tidak menumpuk, maka bau tidak muncul. Kami selalu memantau pengelolaannya setiap hari,” tambahnya.
TPST Karisma hingga saat ini diakui telah memiliki 22 petugas yang bertugas dalam pengelolaan dan pengangkutan sampah. Meski TPST Karisma telah beroperasi, Nuada menyebut kalau pelayanan masih terbatas karena keterbatasan sarana dan prasarana. Saat ini, wilayah layanan sudah mencakup sebagian besar wilayah Ungasan, tetapi belum dapat mencakup seluruh warga.
Nuada menambahkan, bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan layanan ini tetap diwajibkan membayar iuran sampah. Tarif untuk rumah tangga dimulai dari Rp 50 ribu per bulan, tergantung kapasitas dan jenis pelanggan, termasuk restoran dan hotel. 7 ol3